Beranda | Artikel
Hindarilah Hal-hal yang Diharamkan!
Minggu, 20 Desember 2020

HINDARILAH HAL-HAL YANG DIHARAMKAN!

Oleh
Syeikh Abdul ‘Adhim bin Badawi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ الهِ مَنْ يَأْخُذُ عَنِّي هَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ فَيَعْمَلُ بِهِنَّ أَوْ يُعَلِّمُ مَنْ يَعْمَلُ بِهِنَّ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقُلْتُ أَنَا يَا رَسُولَ الهِn فَأَخَذَ بِيَدِي فَعَدَّ خَمْسًا وَقَالَ اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَارْضَ بِمَا قَسَمَ الهُت لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapakah yang mau mengambil kata-kata ini dari saya, untuk diamalkan atau untuk diajarkan ?” Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Saya, wahai Rasulullah ! Beliau lalu memegang tangan-ku lalu mulai menghitung lima hal, seraya bersabda: “Hindarilah hal-hal yang diharamkan, kamu akan menjadi orang yang paling bagus ibadahnya; ridla-lah terhadap apa yang Allah bagikan untukmu, kamu akan menjadi orang terkaya; berbuat baiklah kepada tetanggamu, kamu akan menjadi orang mukmin; cintailah untuk orang lain apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri, kamu akan menjadi muslim; dan janganlah engkau banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.”[1]

Ungkapan-ungkapan ini termasuk inti-inti ucapan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi motivasi untuk mengambilnya lalu diamalkan dan diajarkan untuk aspek penyempurnaan diri dan orang lain. Sebagaimana firman Allah:

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ

Demi masa. Sesungguhnya semua manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih

Dengan iman dan amal shalih mereka menyempurnakan diri sendiri, dan:

وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Saling nasehat menasehati dengan kebenaran dan dengan kesabaran

Dengan menasehati kebenaran dan dan kesabaran mereka menyempurnakan orang lain.

  1. Perkataan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu : “أَنَا maksudnya saya yang mengambil kata-kata ini dari Anda. Disini terdapat tanda semangat beliau Radhiyallahu ‘anhu terhadap kebaikan.
  2. Perkataannya : “فَأَخَذَ بِيَدِي “ maksudnya untuk menghitung kata-kata ini atau karena Rasul (biasanya) memegang tangan orang yang diberi pelajaran.
  3. Perkataannya : “فَعَدَّ خَمْسًا “ (lalu beliau menghitung lima) maksudnya lima hitungan atau jari sebagaimana yang telah dimaklumi yaitu satu demi satu.

Pertama : Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ

Takutlah terhadap hal-hal yang diharamkan, kamu akan menjadi orang yang paling bagus ibadahnya.

Maksudnya, hindarilah dari terjatuh ke dalam semua hal yang telah diharamkan oleh Allah atasmu. Allah berfirman:

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّاحَرَّمَ عَلَيْكُمْ

Dan sungguh Dia telah menjelaskan apa yang Ia telah haramkan buat kalian. [Al-An’am/6:119]

Semua yang diharamkan itu telah pasti dan telah disebutkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, seperti firman Allah:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَاحَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَتَقْتُلُوا أُوْلاَدَكُم مِّنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَتَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَلاَتَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّباِلْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Katakanlah:”Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu: “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Rabbmu kepadamu supaya kamu memahami(nya). [Al-An’aam/6:151]

Dan firman Allah:

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ

Katakanlah:”Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui”.[Al-A’raaf/7:33]

Dalam masalah makanan, Allah berfirman:

قُل لآأَجِدُ فِي مَآأُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَّكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ

Katakanlah:”Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang disembelih atas nama selain Allah.[Al-An’aam/6:145]

dan firmanNya Subhanahu wa Ta’ala.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزِيرِ وَمَآأُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَآأَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَاذَكَّيْتُمْ وَمَاذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِاْلأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.. [Al-Maa’idah/5:3]

Dalam masalah minuman, Allah berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءاَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنصَابُ وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسُُ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.[Al-Maa’idah/5:90]

Dalam masalah pernikahan, Allah telah berfirman:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبُكُمُ الاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ الاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nisaa/4:23]

Dalam masalah usaha, Allah telah berfirman:

وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan riba.[Al-Baqarah/2:275]

Adapun Hadits atau as-Sunnah, banyak sekali hal-hal haram yang dijelaskan didalamnya, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ

Sesungguhnya Allah dan rasulNya telah mengharamkan penjualan khamr, bangkai, babi dan berhala.[2]

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

Semua yang memabukkan itu adalah khamr, dan semua khamr itu adalah haram.[3]

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ وَأَبْشَارَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ

Sesungguhnya darah-darah kalian(untuk ditumpahkan atau dibunuh), harta-harta kalian dan kehormatan kalian adalah haram buat kalian(untuk dirampas dan dirusak kehormatan.[4]

Dan sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ

Perempuan yang haram dinikahi karena nasab haram juga dinikahi karena susuan.[5]

Apapun yang ada penjelasan tentang keharamannya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah maka dia adalah haram. Terkadang keharaman (suatu hal) disimpulkan dari larangan, sebagaimana juga disimpulkan dari ancaman yang keras yang diakibatkan oleh suatu perbuatan.

Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اتَّقِ الْمَحَارِمَ تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ

(Takutlah hal-hal yang diharamkan, kamu akan menjadi orang baik ibadahnya)

Karena meninggalkan hal-hal diharamkan mengharuskan untuk melakukan hal-hal yang fardlu. Dengan meninggalkan hal-hal diharamkan lembar catatan amal akan senantiasa putih bersih dari kotoran, sehingga amalan sunnah yang sedikit akan berkembang dan berkahnya menjadi besar, akhirnya jadilah orang yang bertaqwa tadi termasuk hamba-hamba yang besar (nilainya).

Hal ini mengharuskan seorang hamba untuk mengetahui hal-hal yang wajib untuk dilaksanakan, dan hal-hal yang haram lalu dijauhi. Berangkat dari hal ini, Rasulullah bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.[6]

Dan Allah juga telah menjelaskan bahwa mengagungkan (menganggap besar dosa) hal-hal yang diharamkan lebih baik bagi seorang hamba. Allah berfirman:

ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya.[Al-Hajj/22:30]

Ibnu Katsir berkata[7]:  Barang siapa menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan hal-hal yang diharamkan dan (menganggap) melakukannya adalah dosa besar dalam dirinya, (فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبِّهِ) maka dia mendapatkan kebaikan dan pahala yang banyak. Sebagaimana (balasan) untuk perbuatan ta’at yaitu balasan dan pahala yang banyak, maka begitu juga (balasan) untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang dilarang.

Kedua : Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

Ridha-lah dengan apa yang Allah bagikan buatmu, kamu akan menjadi orang yang terkaya.

Maksudnya, merasa cukuplah dengan apa yang Allah berikan kepadamu, jadikanlah itu sebagai rizkimu, kamu akan menjadi orang terkaya. Orang yang merasa cukup, dia akan merasa kaya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta benda akan tetapi kaya itu adalah kaya jiwa.[8]

Ibnu Bathal mengatakan: “Makna hadits itu adalah bahwa hakekat kaya itu bukan banyaknya harta, karena banyak orang yang diberikan kemudahan rizki tetapi dia tidak merasa cukup, lalu ia bersusah-payah dalam berusaha mencari tambah, seakan-akan ia tidak kaya atau tidak punya harta”.

Qurthubi berkata: “Makna hadits itu adalah bahwasanya manfaat yang yang berguna atau besar atau terpuji adalah kaya jiwa. Penjelasannya adalah apabila jiwa itu merasa kaya, dia akan terhindar dari kerakusan, sehingga ia memiliki ‘izzah (kehormatan)dan akan mendapatkan keagungan, kesucian, dan kemuliaan yang lebih dari orang kaya harta namun miskin jiwa karena kerakusannya. Sesungguhnya kerakusan itu membuatnya berada pada hal-hal hina dan perbuatan-perbuatan jahat yang disebabkan oleh kerendahan cita-cita dan kebakhilannya, banyak orang yang menghinanya dan merendahkan martabatnya sehingga ia menjadi orang yang paling hina”.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Kesimpulannya, bahwasanya orang yang kaya jiwanya akan menjadi orang yang Qana’ah (merasa cukup) dengan rizki yang Allah karuniakan, dia tidak mengharapkan tambahan tanpa kebutuhan, tidak terus-menerus menuntut dan meminta. Tetapi dia rela dengan apa yang Allah bagikan baginya, seakan-akan dia kaya selamanya.

Orang yang miskin jiwa kebalikan di atas, karena dia tidak merasa cukup dengan rizki yang diberi, bahkan dia senantiasa berusaha mencari tambah dengan segala cara yang memungkinkan, kemudian jika harta yang diinginkan tidak tercapai dia akan merasa sedih dan kecewa. Seakan-akan dia tidak berharta, karena tidak merasa cukup, seakan-akan dia bukanlah orang yang kaya”[9].

Oleh karena itu, rela-lah –wahai hamba Allah– terhadap rizki yang Allah bagikan kepadamu, kamu akan menjadi orang terkaya dan ingatkanlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

Siapa diantara kalian yang pada waktu pagi hari dalam keadaan sehat badannya, merasa aman dalam hatinya, dan punya makanan hari itu, maka seakan akan dunia diberikan kepadanya.[10]

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَكَانَ رِزْقُهُ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ الهُ بِمَا آتَاهُ

Sungguh beruntung orang yang telah memeluk agama Islam, rizkinya cukup dan Allah telah berikan rasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya.[11]

Allah berfirman:

وَلاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَامَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik dan lebih kekal.[Yunus/10:131]

Jika anda melihat ada orang yang lebih banyak harta dan anaknya dari pada anda, maka ketahuilah, ada juga yang lebih rendah dari pada anda. Perhatikanlah orang yang berada di bawah anda dan janganlah anda melihat kepada orang yang berada dia atas anda! Inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadamu, yang mana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اُنْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الهِز

Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari pada kalian dan janganlah melihat kepada orang yang berada diatas kalian. Itu lebih baik supaya kamu tidak meremehkan nikmat Allah kepada kalian[12].

Ketiga : Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَأَحْسِنْ إِلَى جَارِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا

Berbuat baiklah kepada tetanggamu, kamu akan menjadi orang mukmin.

Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga, Dia berfirman:

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَامَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu [An-Nisaa/4:36]

Dan banyak juga hadits yang membicarakan masalah itu, di antaranya:

مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Jibril terus saja berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai-sampai saya mengira bahwa seorang tetangga akan mendapatkan harta warisan dari tetangganya.[13]

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.[14]

خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ الهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ الهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

Sebaik-baik teman disisi Allah adalah yang paling baik kepada temannya, dan sebaik-baik tetangga disisi Allah adalah yang paling baik kepada tetangganya.[15]

Jika anda tidak bisa berbuat baik kepada tetangga anda maka janganlah anda menyakitinya. Jika ia menyakitimu maka bersabarlah sampai Allah memberikan jalan keluar bagi anda.

Al-Hasan mengatakan: “Tentangga yang baik bukanlah yang hanya tidak menyakiti. Akan tetapi tetangga yang baik itu adalah yang sabar menanggung gangguan (dari tetangga yang lain)”.

Menyakiti tetangga hukumnya haram, karena menyakiti siapa saja tanpa kebenaran (alasan) adalah haram, akan tetapi menyakiti tetangga lebih haram lagi.

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari bahwasanya nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَأْكُلَ مَعَكَ قَالَ ثُمَّ أَيُّ قَالَ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ

Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar? Beliau menjawab: “Engkau membuat sekutu untuk Allah, padahal Dia telah menciptakanmu”. Beliau ditanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Engkau membunuh anakmu karena engkau takut dia makan bersamamu” Beliau ditanya lagi: “Kemudian apa lagi?” Beliau menjawab: “Engkau berzina dengan istri tetanggamu.[16]

Dari Miqdam bin al-Aswad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para shahabatnya:

مَا تَقُولُونَ فِي الزِّنَا قَالُوا حَرَّمَهُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ فَهُوَ حَرَامٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ قَالَ فَقَالَ رَسُولُ الهِت صَلَّى الهُْ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَصْحَابِهِ لأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرَةِ نِسْوَةٍ أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ قَالَ فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي السَّرِقَةِ قَالُوا حَرَّمَهَا الهُ وَرَسُولُهُ فَهِيَ حَرَامٌ قَالَ لأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ أَيْسَرُ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ جَارِهِ

Apa yang kalian katakan pada masalah zina?” Mereka menjawab: “Haram, zina telah diharamkan oleh Allah dan rasulNya, haka hal itu haram sampai hari kiamat” Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya, seseorang berzina dengan sepuluh perempuan, masih lebih ringan (dosanya)daripada ia berzina (sekali) dengan istri tetangga” Kemudian beliau menanyai mereka tentang mencuri, mereka menjawab: “Haram, mencuri telah diharamkan oleh Allah dan rasulNya, maka hal itu haram sampai hari kiamat.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya, seseorang mencuri di sepuluh rumah, masih lebih ringan atasnya daripada ia mencuri sekali dirumah tetangga.[17]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَالهِ لاَ يُؤْمِنُ وَالهِ لاَ يُؤْمِنُ وَالهِ لاَ يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ الهِل قَالَ الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ

Demi Allah, dia tidak beriman ! Demi Allah, dia tidak beriman ! Demi Allah, dia tidak beriman !” Rasul ditanya: “Siapa yang Rasulullah ?” Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.[18]

Dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Tidak akan masuk syurga orang yang membuat tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.[19]

Dan Rasulullah menganjurkan kepada tetangga untuk saling memberi hadiah, saling mengunjungi, dan beliau melarang dari mencela pemberian tetangga. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا

Hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.[20]

Dan darinya juga, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ

Wahai kaum mukminat, janganlah seorang tetangga meremehkan untuk (memberikan) kepada tetangganya walaupun (berupa) kuku kaki kambing. [HR.Bukhari dan Muslim]

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ

Wahai Abu Dzar jika engkau masak sayur maka perbanyaklah airnya (kuahnya) dan berilah sebagian kepada tetanggamu.[21]

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha :

يَا رَسُولَ الهِ إِنَّ لِي جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِي قَالَ إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا

Saya mengatakan: “Wahai rasulullah, saya mempunyai dua tetangga, kemanakah saya memberikan hadiah?”, beliau menjawab: “Kepada yang paling dekat pintunya darimu.[22]

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Dan berbuat baiklah kepada tetanggamu,kamu akan menjadi orang yang beriman” maksudnya orang yang sempurna keimanannya, sebab iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang sebagaiman keyakinan Ahlu Sunnah wal Jama’ah para pengikut Salaf Sholeh.

Keempat: Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُسْلِمًا

Cintailah untuk orang lain apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri, kamu akan menjadi muslim

Maksudnya akan menjadi muslim yang sempurna keislamannya. Ini memberikan pengertian bahwa keislaman itu berkurang nilainya sebanding dengan kurangnya rasa cinta ini.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan point ini untuk masuk sorga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيُدْخَلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ

Barangsiapa yang ingin diselamatkan dari neraka dan masuk sorga, maka hendaklah dia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah ia memperlakukkan orang lain sebagaimana dia ingin dirinya diperlakukkan oleh orang lain.[23]

Orang hanya akan bisa mencapai derajat ini dengan kebersihan hatinya dari rasa iri dan dengki, karena iri dan dengki ini mengakibatkan seseorang tidak suka diatasi atau tidak suka disamai kebaikannya, dia ingin dirinya istimewa di tengah-tengah orang banyak dengan kelebihan yang ia miliki. Sedangkan keimanan berbeda dengan hal itu, ia (menuntut) supaya orang-orang mukmin yang lain ikut merasakan kebaikan yang diberikan oleh Allah kepadanya tanpa mengurangi sedikitpun dari kebaikan tersebut.

Ringkasnya, sudah menjadi keharusan bagi seorang mukmin itu untuk mencintai bagi mukmin yang lain apa yang ia cintai buat dirinya, dan membenci untuk orang lain apa yang ia benci untuk dirinya. Jika ia melihat ada kesalahan pada dien temannya, maka ia berusaha untuk memperbaikinya. Jika ia melihat keutamaan atau kelebihan pada orang lain yang melebihinya, maka dia berharap bisa seperti orang lain tadi, jika kelebihan itu berkaitan dengan agama maka keinginan seperti itu adalah bagus. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ الهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَآخَرُ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada(boleh) dengki kecuali pada dua hal: seseorang yang diberikan harta oleh Allah lalu ia belanjakan pada jalan kebenaran, dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu ia memberi keputusan dengannya dan mengajarkannya.[24]

Tetapi jika kelebihan itu dalam masalah keduniaan, maka tidak ada baiknya iri pada hal itu. Allah berfirman:

وَلاَ تَتَمَنَّوْا مَافَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.[An-Nisaa/4:32]

Dan Allah berfirman tentang Qarun :

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَآأُوتِىَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:”Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.[Al-Qashash/28:79]

Ketika Allah menenggelamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi,orang-orang yang kemarin menginginkan posisi Qarun itu mengatakan:

وَيْكَأَنَّ اللهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَوْلآ أَن مَّنَّ اللهُ عَلَينَا لَخَسَفَ بِنَا وَيْكَأَنَّهُ لاَيُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

Aduhai benarlah, Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah).[Al-Qashash/28:82]

Kelima: Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

وَلاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ

Janganlah engkau banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati.

Dalam hadits ini terdapat larangan nyata dari banyak tertawa dan penjelasan sebab larangan tersebut, yaitu banyak tertawa itu menjadikan hati tenggelam dalam kegelapan, menjadikanya seperti mayit yang tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya dengan suatu yang bermanfaat, dan tidak bisa menghindarkan dirinya dari suatu yang buruk. Sedangkan kehidupan dan cahaya hati itu merupakan sumber segala kebaikan, dan kematian dan kegelapannya merupakan sumber segala keburukan. Dengan kehidupan hati terjadilah kekuatannya, pendengarannya, penglihatannya, dan persepsinya terhadap informasi dan hakekat sesuai dengan yang sebenarnya.

Dalam hadits ini terdapat idzin untuk sedikit tertawa, terutama untuk suatu keperluan. Inilah petunjuk para nabi dan hamba-hamba Allah yang shalihin. Allah berfirman tentang Sulaiman ketika dia mendengar pembicaran semut:

فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا

Maka beliau tersenyum tertawa karena ucapannya (sang semut).[An-Naml/27:19]

Dari Sa’ad bin Abi Waqash, dia berkata: “Ada seorang lelaki musyrik yang memanas-manasi kaum muslimin maka Rasul bersabda kepada Sa’ad: “Panah-lah ia”. Sa’ad berkata: “Lalu saya cabutkan anak panah yang tidak bermata, saya kenakan tubuhnya sehingga ia jatuh dan auratnya terbuka. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa sampai saya bisa melihat gigi gerahamnya Shallallahu ‘alaihi wa salalm.[25]

Kegembiraan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut disebabkan oleh terkenanya lelaki tadi, bukan karena terbuka auratnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin tertawa karena terbukanya aurat.

Dari Abdullah bin Mas’ud: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:

إِنِّي لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ الهًُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى فَيَقُولُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ مِثْلَ عَشَرَةِ أَمْثَالِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ تَسْخَرُ مِنِّي أَوْ تَضْحَكُ مِنِّي وَأَنْتَ الْمَلِكُ فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ الهِ n ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ وَكَانَ يَقُولُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً

Sesungguhnya aku mengetahui penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya, dan penduduk syurga yang paling akhir masuk. Ada seorang lelaki yang dikeluarkan dari neraka dengan merangkak, lalu Allah katakan padanya: “Pergilah, masuklah surga!” Orang itu mendatangi surga dan nampak olehnya bahwa surga itu telah penuh, lalu dia kembali dan berkata: “Ya Rabbi, aku dapatkan surga telah penuh” Allah katakan padanya: “Pergilah, masuklah surga!” orang itu mendatangi surga dan nampak olehnya bahwa surga itu telah penuh, lalu dia kembali dan berkata: “Ya Rabbi, aku dapatkan surga telah penuh” Allah katakan padanya: “Pergilah, masuklah surga! Sesungguhnya milikmu dunia tambah dengan sepuluh kali lipat” lelaki tadi berkata: “Engkau mengejekku atau menertawakanku, sedangkan Engkau adalah Raja”. Perawi berkata: “Sungguh aku melihat Rasulullah tertawa sampai gigi geraham beliau kelihatan”, lalu beliau bersabda: “Itulah penduduk Surga yang paling rendah kedudukannya.[26]

Akan tetapi tertawa seperti ini bukanlah kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kebanyakan tertawa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tersenyum.

Dari Sammak bin Harb: “Saya bertanya kepada Jabir bin Samurah: “Pernahkah anda biasa duduk bersama dengan Rasulullah?” dia menjawab: “Ya, sering. Beliau biasa tidak bangkit dari tempat beliau melaksanakan sholat shubuh sampai matahari terbit, apabila matahari telah terbit, beliau bangkit. Para sahabat biasa berbincang-bincang, terkadang mereka menyinggung perkara jahiliyyah, lalu mereka tertawa dan beliau tersenyum[27].

Umar pernah ditanya: “Apakah para shahabat itu pernah tertawa?” Beliau menjawab: “Ya, padahal keimanan di dalam hati mereka –demi Allah– lebih kokoh dibandingkan dengan gunung-gunung yang tinggi.”

Di antara kemurahan Islam adalah menjadikan senyum dan muka berseri-seri ketika bertemu dengan saudaranya sesama mukmin sebagai shadaqah. Abu Dzar berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda kepadaku:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah sekali-kali engkau meremehkan perbuatan yang baik, meskipun (hanya) engkau menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.[28]

Islam adalah agama kenyataan, tidak melayang tinggi dalam khayalan dan perumpamaan-perumpamaan yang kosong. Islam bersama manusia di atas bumi yang nyata. Islam tidak menganggap manusia seperti para malaikat yang memiliki dua sayap, tiga atau empat. Akan tetapi Islam menganggap manusia sebagai manusia yang (membutuhkan)makan, dan berjalan di pasar (untuk membeli kebutuhannya). Karenanya Islam tidak mewajibkan mereka supaya semua ucapan mereka adalah dzikir, tidak mewajibkan supaya semua diamnya adalah berfikir, dan tidak mewajibkan mereka agar menghabiskan semua waktu kosong mereka di masjid.

Islam mengakui ekstensi, fitrah, dan naluri-naluri mereka. Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan bisa bergembira dan bahagia, bisa bermain, sebagaimana Allah telah menciptakan mereka dalam keadaan bisa makan dan minum. Maka tidak ada salahnya seorang muslim bergembira dan bercanda dengan apa yang ia sukai atau menghibur diri dan teman-temannya dengan permainan yang dibolehkan. Hanya saja hendaklah hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan dalam setiap waktu, yang menghabiskan waktu pagi dan sorenya sehingga lalai dari kewajiban dan bisa membuat ia tidak serius.

Ada syair yang mengatakan: “Berikanlah ucapan-ucapan itu senda gurau seukuran garam yang dicampurkan di sayur” (Artinya berguraulah seperlunya janganlah berlebihan)

Inilah nasehat-nasehat Rasulullah kepada Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu. Meskipun nasehat-nasehat ini ditujukan kepada Abu Hurairah namun itu bukan berarti bahwa itu khusus untuk beliau saja. Kitapun yang hidup masa sekarang ini, jika kita mampu melaksanakan pesan-pesan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut maka semua janji Rasul itu pasti akan kita dapati.

Wallahu a’lam bisshawab

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Dikeluarkan oleh Imam Turmudzi 3/377/2407
[2] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (4/424/2236); Muslim (3/1207/1581) dan selain keduanya
[3] Dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/1587/75/2003); Ibnu Majah (2/1124/3390)
[4] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (3/573/1739)
[5] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (5/235/2645) dan Muslim (2/1071/1447)
[6] Dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1/81/224
[7] Tafsir al-Qur’an al-Adhm 3/218
[8] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari 11/271/6446; Muslim 2/672/1051; Tirmidzi 4/35/2479
[9] Al-Fath 11/272
[10] Dikeluarkan oleh Tirmidzi 14/5/2449; Ibnu Majah 2/13/17/4141
[11] Dikeluarkan oleh Imam Muslim 2/730/1045; Tirmidzi 4/6/2452; Ibnu Majjah 2/13/16/4138
[12] Dikeluarkan oleh Imam Muslim 4/2270/2963; Tirmidzi 4/75/2632; Ibnu Majjah 2/1387/4142
[13] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari 10/6014 dan Muslim 4/2025/2624
[14] Dikeluarkan oleh Imam Muslim 1/69/48
[15] Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi 3/224/2009
[16] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
[17] Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 16/71/187
[18] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari 10/443/6016
[19] Dikeluarkan oleh Imam Muslim 1/68/48
[20] Dikeluarkan oleh Imam Baihaqi 6/169
[21] HR. Muslim 4/2025/-142-2625
[22] Dikeluarkan oleh Imam Bukhari
[23] HR. Muslim dan Nasa’i
[24] HR. Bukhari dan Muslim
[25] HR. Bukhari
[26] Dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim
[27] Dikeluarkan oleh Muslim dan Nasa’i
[28] Dikeluarkan oleh Muslim


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/25767-hindarilah-hal-hal-yang-diharamkan.html